.
Wajarlah namanya juga anak-anak. Seorang teman bilang begitu pada saya. Memang iya sih. Tapi kalau dibiarkan rasanya kok salah juga ya. Soalnya saya juga yang capek. Sudah capek marah-marah...capek juga membereskan sisanya. Mau siapa lagi? Ngga ada pembantu boo..
Namun pada dasarnya perkembangan anak-anak laki-laki dan perempuan memang berbeda. Ini kata ilmuwan Jerman lho bukan kata saya. Dari hasil studi mereka yang dimuat di Majalah Eltern Jerman pada tahun 2005, disebutkan bahwa anak laki-laki memang membutuhkan perhatian lebih banyak dibandingkan anak perempuan yang lebih mandiri.
Yang menarik, dari sebuah studi jangka panjang terhadap keluarga ditemukan bahwa anak laki-laki yang tinggal dengan orang tua yang kurang perhatian memiliki tingkat intelegensia yang rendah dibandingkan dengan anak perempuan dalam kondisi yang sama. Sebaliknya anak perempuan yang dikawal terlalu ketat justru memperlihatkan tingkat intelegensia yang lebih rendah dibandingkan dengan teman-teman sebayanya yang lebih banyak diberi kebebasan.
Anak perempuan secara fisik lebih matang dibandingkan dengan anak laki-laki bahkan sejak masih dalam kandungan ibunya. Setelah lahir pun tulang anak perempuan berkembang lebih cepat 6 minggu sehingga perkembangan motoris anak perempuan lebih cepat. Hal ini menjelaskan mengapa pada umur tiga tahun Hanum sudah dapat mewarnai gambar dengan rapi sedangkan Zhafif memegang pensil pun masih terlihat kaku.
Perkembangan otak anak laki-laki pun lebih lambat terutama di bagian otak depan, yaitu bagian otak yang terdapat rangsangan-rangsangan untuk pengendalian diri. Hal inilah yang menyebabkan mengapa anak laki-laki terlihat lebih "liar" dibandingkan anak perempuan sehingga mendidik anak laki-laki menjadi lebih sulit.
Secara hormonal, anak laki-laki lebih dominan hormon maskulin yang disebut hormon androgen. Sehingga anak laki-laki lebih menyukai permainan yang bergerak (dinamis). Makanya wajar saja kalau Zhafif lebih suka bermain sepeda, lari-lari atau melompat-lompat di tempat tidur, sementara Hanum menyukai bermain puzzle, membaca buku cerita, atau main masak-masakan.
Ternyata, memang begitulah anak-anak. Persis seperti temanku bilang tadi. Jadi PR-ku berikutnya adalah melatih kesabaran setinggi-tingginya untuk persiapan menghadapi tingkah polah Zhafif selanjutnya. But, it's easier said than done.....sigh!
0 komentar:
Posting Komentar